Kepentingan
Diplomasi Manga Jepang Terhadap Indonesia
Oleh: Muhammad
Yoga Adhi Wicaksono
Essay ini merupakan ringkasan dari Skripsi S1 Hubungan Internasional saya
Jepang
merupakan suatu negara yang terletak di Asia bagian timur. Jepang merupakan negara yang
kini memiliki kecanggihan teknologi
dan mempunyai beragam budaya tradisional.
Sampai sekarang budaya tradisional
tersebut masih dilestarikan,
bahkan salah satu budayanya yaitu seni Manga dijadikan alat oleh Jepang untuk
berdiplomasi kepada negara negara lain.
Jepang memiliki kekhasan budaya yang berbeda dengan
negara lain. Kekhasan tersebut mempunyai
penampilan dan keindahan tersendiri. Keindahan itu sebagaimana yang ada di
dalam konsep tradisional Jepang, yaitu, miyabi
/ みやび (keanggunan halus), mono no aware / もののあわれ (kepiluan alam), wabi / わび(citra
rasa tenang) dan sabi / さび(kesederhanaan anggun), yang menggambarkan hubungan antara
dunia estetik dan emosi orang Jepang.[1]
Kebudayaan Jepang yang mempunyai kekhasan sekarang ini
adalah merupakan hasil dari perpaduan budaya antara kebudayaan tradisional
Jepang dengan kebudayaan-kebudayaan asing atau modern. Melalui perpaduan
tersebut, kebudayaan-kebudayaan asing dimasukkan lalu dipadukan dengan
kebudayaan Jepang sendiri.[2]
Budaya
tradisional Jepang itu sendiri sangat
beragam, mulai dari adat kebiasaan tata
cara kehidupan masyarakat
Jepang, makanan tradisional Jepang,
musik musik
Jepang, pakaian tradisional Jepang, dan seni lukis atau gambar tradisional
Jepang. Dari sekian banyak budaya tradisional Jepang tersebut,
penelitian ini akan fokus
kepada salah satu budaya Jepang Manga yang sampai saat ini digunakan dan
dilestarikan oleh masyarakat Jepang, bahkan pemerintah Jepang.
Seni
lukis atau gambar yang merupakan budaya tradisional Jepang sering kita kenal
sebagai “Manga”.
Manga menurut Kamus Umum Bahasa Jepang まんが(Manga)
/ 漫画 berarti karikatur atau gambar sindiran.[3]
Manga
merupakan sebuah budaya tradisional yang dimanfaatkan oleh
Jepang untuk mengenalkan budayanya. Manga sendiri merupakan sebuah alat untuk
berdiplomasi di mana setiap negara dalam berdiplomasi menggunakan dua cara,
yaitu hard power dan soft power. Manga merupakan bentuk soft power yang menurut Joseph Nye, “Soft power merupakan langkah yang
menggunakan unsur-unsur bahasa, budaya, maupun ilmu
pengetahuan dan teknologi”. Dan menurut Nye, dalam menggunakan soft power, diplomasi kebudayaan
didefinisikan sebagai langkah untuk pertukaran ide, informasi, seni, dan, aspek
dari budaya masyarakat.[4]
Setelah bertahun-tahun berlangsung setelah akhir
Perang Dunia II, Jepang mulai menstabilkan keadaan dan bersahabat kembali
dengan negara lain terutama negara di regional Asia Timur. Dalam upaya
melakukan kebijakan luar negeri yang baik dan efektif, pemerintah Jepang
menggunakan caranya, yaitu dengan mempromosikan pemahaman tentang Jepang di
kalangan masyarakat umum di luar negeri dan untuk meningkatkan citra rasa dan
kesukaan terhadap Jepang. Dalam beberapa tahun terakhir khususnya, dengan latar
belakang kemajuan informasi dan teknologi komunikasi serta kemajuan
demokratisasi di seluruh dunia, opini publik memiliki pengaruh yang tumbuh di
kebijakan luar negeri. Oleh karena itu, pengamat banyak menekankan pentingnya “diplomasi
publik” langsung ke warga masyarakat dan opini publik di negara negara lain.[5]
Langkah Jepang untuk memulai hubungan baik dengan
negara-negara di Asia Timur dilakukan dengan menggunakan soft diplomacy. Bentuk soft diplomacy tersebut
salah satunya dengan didirikannya The
Japan Foundation oleh pemerintah Jepang pada tahun 1972,
dengan berbagai kantor perwakilannya di kota-kota besar dunia, salah satu di antaranya di Indonesia.
The Japan Foundation (JF) merupakan
sebuah lembaga pemerintah yang bergerak di bidang soft diplomacy yang berfungsi untuk membantu pemerintah Jepang
dalam berdiplomasi melalui pendekatan yang lebih lunak, yaitu melalui budaya
dan pendidikan.[6]
Selain
melalui JF, pemerintah juga memberikan dukungan penuh terhadap lembaga-lembaga nonpemerintah yang mengusung soft diplomacy Jepang, yaitu berupa budaya (popular culture), pendidikan, teknologi, dan olahraga.
Pada tahun 1992, beberapa seniman Manga sudah melakukan
kerjasama dengan lima perusahaan penerbitan Manga di Jepang yang telah
menandatangani kontrak untuk sekitar 10.000 judul yang mencakup 250.000 volume.[7]
Kontrak tersebut memberikan keuntungan besar bagi produsen Manga di Jepang,
karena dapat menghasilkan empat miliar yen
dalam penjualan lisensi dan 80 miliar yen
atau setara 9,2 triliun rupiah dalam penjualan Manga di Asia Timur.[8]
Departemen Luar Negeri Jepang bertujuan memajukan
pemahaman dan pengetahuan mengenai Jepang menggunakan pop culture atau budaya pop, di samping budaya tradisional dan seni
sebagai alat diplomasi kebudayaan. Sebagai bagian dari upaya Kementerian Luar
Negeri Jepang, pemerintah Jepang mengadakan “International MANGA Award” pada tahun 2007. The International MANGA Award didirikan pada Mei 2007 atas perintah
dari Menteri Luar Negeri Mr. Taro Aso dengan tujuan memberikan dan menciptakan
Manga sebagai kontribusi untuk penyebaran budaya Manga di luar negeri.
Pada tahun 2008, Taro Aso diangkat menjadi Perdana
Menteri Jepang sehingga Manga
mendapatkan perhatian khusus pada masa pemerintahannya. Hal ini disebabkan
karena Taro Aso sangat menyukai Manga. Oleh karena itu, pada saat Taro Aso menjadi Perdana Menteri Jepang, ia mencoba
menggunakan budaya Manga ini sebagai gagasan
tentang comic book (Manga) diplomacy.[9]Comic book diplomacy merupakan cara
diplomasi Jepang yang menggunakan komik Jepang sebagai alat diplomasinya.
Dimulai pada tahun 2008, Kementerian Luar Negeri
Jepang mulai membuat program “Anime
Ambassador” dengan tujuan meningkatkan kepentingan rakyat Jepang di luar
negeri Jepang melalui anime. Pada Maret 2008, Menteri Luar Negeri Koumura mengangkat
“Doraemon” sebagai bentuk karakter Duta Besar Anime Jepang, dan pada tahun 2009
para pemuda Jepang membuat kegiatan dalam budaya pop, yaitu di bidang fashion
sebagai Trend Komunikator Jepang Pop Culture
atau ("カワイイAmbassadors").[10]
Melalui wawancara penulis dengan Mr Kubo selaku Atase
Kebudayaan Kedutaan Besar Jepang, ia mengatakan bahwa Indonesia mempunyai
potensi dan banyak masyarakat Indonesia yang menyukai Jepang. Selain itu, image Jepang di Indonesia juga bagus dan
mempunyai penduduk yang banyak sehingga memungkinkan produk Jepang dapat laris
di pasaran Indonesia.[11]
Dalam kaitannya dengan industri budaya Jepang, yaitu
Manga di Indonesia, Indonesia merupakan negara ASEAN yang sedang mengalami
pertumbuhan ekonomi di regional Asia Tenggara, dan mempunyai kerjasama IJEPA[12]
dengan Jepang. Hal ini menjadi salah satu alasan mengapa Jepang ingin menarik
hati masyarakat Indonesia melalui budayanya dan menjadikan partner bagi produk-produk Jepang.
Indonesia merupakan mitra dagang utama bagi Jepang.
Hal ini dapat dilihat dari besarnya kuantitas perdagangan antara kedua negara.
Hingga tahun 2007, Jepang masih menjadi negara tujuan ekspor nomor satu
Indonesia dengan penyerapan 20% dari seluruh produk ekspor Indonesia yang
diekspor ke Jepang.[13]
Dari sisi Jepang, Jepang juga merupakan asal impor terbesar Indonesia dengan
penyerapan sebesar 13% dari total impor Indonesia.[14]Berdasarkan
data, Jepang merupakan tujuan utama dari 70% produk ekspor migas, logam, dan
mineral dan 14,6% produk nonmigas selama 30 tahun terakhir.[15]
Hal-hal tersebut mencerminkan adanya berbagai
mekanisme kebutuhan antara kedua negara. Agar Jepang dapat menjaga hubungan dengan
Indonesia dan dapat meningkatkan pertumbuhannya dan dapat menjadi contoh role model, untuk selanjutnya perlu
dijalin kerjasama bagi kepentingan bersama kedua negara. Inilah yang menjadi
faktor-faktor pendukung diplomasi budaya Jepang di Indonesia, di mana budaya
dijadikan alat untuk Jepang agar tercapai kebutuhan pembangunan, dan
mengoptimalkan keberhasilan produk-produknya melalui budaya yang disebarkan
serta terus dipromosikan di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Matsubara, Saburo,
Okuda Shunsuke, dan Yasunori Nagahata. Sejarah
Kebudayaan Jepang Sebuah Perspektif.Kementerian Luar Negeri Jepang, 1987.
Chandra T.Kamus Jepang
Indonesia, Indonesia Jepang. Jakarta: Evergreen Japanese Course,
2005.
Nye, Joseph S, Jr. Soft Power The Means to Success in World
Politics. New York: Publik Affairs, 2004.
Yanti, Iyul.Diplomasi
Jepang dengan The Japan Foundation Pada Tahun 2003-2011.Jakarta: Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2012).
Effendi, Tonny Dian. Diplomasi Publik Jepang Perkembangan dan
Tantangan.Bogor: Ghalia Indonesia, 2011.
Kementerian
Perindustrian Republik Indonesia. Kedalaman
Struktur Industri yang mempunyai Daya Saing Global, Kajian Capacity Building
Industri Manufaktur Melalui Implementasi MIDEC – IJEPA. Jakarta:
Kementerian Perindustrian RI, 2008.
Public Diplomacy, tanggal akses 17
April 2014, http://www.mofa.go.jp/policy/culture/public_diplomacy.html.
Cool Japan’s Economy Warms Up, tanggal akses 1 Mei
2014, https://www.jetro.go.jp/en/reports/market/pdf/2005_27_r.pdf
Pop-Culture Diplomacy, tanggal akses 17
April 2014, http://www.mofa.go.jp/policy/culture/exchange/pop/index.html.
Wawancara dengan Atase Kebudayaan Kedutaan
Besar Jepang Mr. Hirokazu Kubo, tanggal 27 Agustus 2014, jam 10.00-11.30, di
Kedutaan Besar Jepang.
[1]Saburo
Matsubara, Shunsuke Okuda, dan Yasunori Nagahata, Sejarah Kebudayaan Jepang Sebuah Perspektif, (Kementerian Luar
Negeri Jepang, 1987), halaman 1.
[3]Chandra T, Kamus Jepang
Indonesia, Indonesia Jepang, (Jakarta, Evergreen Japanese Course,
2005), halaman 54.
[4]Joseph S.
Nye, Jr, Soft Power The Means to Success
in World Politics, (New York, Public Affairs, 2004), halaman 6.
[5]Public Diplomacy, Ministry of Foreign Affairs
of Japan 在インドネシア日本国大使館,
tanggal akses 17 April 2014,
http://www.mofa.go.jp/policy/culture/public_diplomacy.html.
[6]Iyul Yanti,
Diplomasi
Jepang dengan The Japan Foundation Pada Tahun 2003-2011, (Jakarta,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2012), halaman 8.
[7]“Cool”
Japan's Economy Warms Up, JETRO Japan External Trade Organization, tanggal
publikasi Maret 2005, tanggal akses 1 Mei 2014,
https://www.jetro.go.jp/en/reports/market/pdf/2005_27_r.pdf.
[8]“Cool”
Japan's Economy Warms Up, JETRO Japan External Trade Organization, tanggal
publikasi Maret 2005, tanggal akses 1 Mei 2014,
https://www.jetro.go.jp/en/reports/market/pdf/2005_27_r.pdf
[9]Tonny Dian
Effendi, Diplomasi Publik Jepang
Perkembangan dan Tantangan, (Bogor, Ghalia Indonesia, 2011), halaman 72.
[10]Pop-Culture
Diplomacy, Ministry of Foreign Affairs of Japan 在インドネシア日本国大使館,
tanggal akses 17 April 2014,
http://www.mofa.go.jp/policy/culture/exchange/pop/index.html.
[11] Wawancara dengan Atase Kebudayaan
Kedutaan Besar Jepang Mr. Hirokazu Kubo, tanggal 27 Agustus 2014, jam
10.00-11.30, di Kedutaan Besar Jepang.
[12] IJEPA (Indonesia Japan Economic
Partnership Agreement) merupakan kerjasama mitra ekonomi bilateral antara
Indonesia dan Jepang yang ditandatangani oleh Presiden RI dan Perdana Menteri
Jepang, pada tanggal 20 Agustus 2007, tanggal akses 4 November 2014,
http://www.tarif.depkeu.go.id/Others/?hi=IJEPA.
[13] Kedalaman Struktur Industri yang
mempunyai Daya Saing Global, Kajian
Capacity Building Industri Manufaktur Melalui Implementasi MIDEC – IJEPA,
(Jakarta, Kementerian Perindustrian RI, 2008), halaman 10.
[14] Kajian Capacity Building Industri Manufaktur Melalui Implementasi MIDEC
– IJEPA, Kementerian Perindustrian, halaman 10.
[15] Ibid.