Selasa, 15 Mei 2012

Prinsip Realisme Politik


1.       Realisme politik menganggap bahwa politik dikendalikan oleh hukum – hukum objektif yang berakar pada hakikat manusia. Untuk memperbaiki masyarakat, yang pertama – tama perlu ialah memahami hukum yang mengatur kehidupan masyarakat. Karena cara bekerjanya hukum ini tidak mudah dipengaruhi oleh hal – hal yang lebih banyak menurut pilihan kita, maka orang akan menantang nya dengan resiko kegagalan belaka.

Realisme percaya pada objektivitas hukum politik. Maka realisme harus pula memercayai kemungkinan untuk mengembangkan teori rasional yang mencerminkan hukum objektif. Kemudian realisme juga percaya kepada kemungkinan dalam politik untuk membedakan antara kebenaran dan pendapat, dengan didukung oleh bukti dan diperjelas dengan alas an.

Hakikat manusia pada dasarnya terkandung akar hukum – hukum politik. Oleh sebab itu, dalam teori politik bukanlah keharusan, bahwa sesuatu yang baru mempunyai mempunyai sifat baik dan sesuatu yang sudah lama bukan pula suatu kelemahan. Teori politik harus tunduk kepada uji-ganda (secara logis dan empiris)

Untuk realisme, teori terdiri dari pemastian fakta dan pemberian arti melalui kemampuan berpikir. Realisme menganggap. Bahwa sifat politik luar negeri hanya dapat dipastikan melalui pemeriksaan tindakan – tindakan politik yang dilakukan dan akibat yang dapat diduga dari tindakan – tindakan itu.

Namun demikian, pemeriksaan fakta tidaklah cukup. Supaya dapat memberikan arti, kita harus menempatkan diri kita dalam kedudukan negarawan yang harus menghadapi masalah politik luar negeri tertentu dalam keadaan tertentu pula. Uji atas hipotesis rasional ini terhadap fakta yang actual serta akibat – akibatnya, yang memberikan arti teoritis pada fakta politik internasional.

Konsep realisme politik untuk dapat melintasi dunia politik internasional adalah konsep kepentingan yang diartikan dalam istilah kekuasaan. Konsep ini merupakan penghubung antara pemikiran yang berusaha memahami politik internasional dan kenyataan yang harus dipahami.

2.       Konsep kepentingan yang didefenisikan sebagai kekuasaan, memaksakan disiplin intelektual kepada pengamat, memasukkan keteraturan rasional ke dalam pokok masalah politik, sehingga memungkinkan pemahaman politik secara teoritis. Di sisi pemeran, konsep itu memberikan disiplin yang rasional dalam tindakan yang menimbulkan kontinuitas. Jadi, teori realis tentang politik internasional akan berhati – hati terhadap dua buah kekeliruan yang bersifat umum. Yaitu berkenaan dengan motif dan preferensi ideologis.

Untuk mendapatkan petunjuk dalam politik luar negeri dari motif para negarawan semata – mata adalah sia – sia dan menyesatkan. Hal tersebut dikarenakan motif merupakan data psikologis yang paling menyesatkan, karena dapat diputarbalikkan, sehingga menjadi terlalu sulit untuk dikenal, melalui kepentingan dan tindakan pemeran yang sama.
Memang benar, bahwa pengetahuan tentang alasan negarawan dapat memberikan kepada kita salah satu dari banyak petunjuk tentang kemungkinan arah politik luar negerinya. Akan tetapi justru tidak dapat memberikan kepada kita petunjuk untuk kita dapat meramalkan politik luar negeri apa yang akan dipakainya.

Dengan menilai motifnya, kita dapat mengatakan bahwa ia tidak dengan sengaja akan meneruskan politik yang moral secara salah, akan tetapi kita tidak dapat berkata apa – apa tentang kemungkinan keberhasilan mereka. Kalu kita ingin mengetahui kualitas moral dan politik dari tindakannya, kita harus mengetahui kualitasnya, bukan berbagai motif nya. Betapa sering negarawan mempunyai motivasi ingin memperbaiki dunia, tetapi berakhir dengan menjadikan lebih buruk?

Motif yang baik memberikan jaminana terhadap kebijakan buruk yang disengaja. Yang penting untuk diketahui, kalau kita ingin memahami politik luar negeri, yang terutama bukanlah motif negarawan, akan tetapi kemampuan intelektualnya untuk memahami masalah pokok tentang politik luar negeri maupun kemampuan politiknya.

Politik internasional menurut penganut teori realis akan menghindari pemikiran keliru lainnya yang digemari untuk menyamakan politik luar negeri negarawan dengan simpatinya yang filosofis maupun politis, serta kesimpulan umum yang ditarik dari yang awal ke yang terakhir.  Realisme politik tidak memerlukan dan tidak pula mengampuni, sikap tidak acuh terhadap cita – cita politik dan prinsip moral. Akan tetapi realisme politik memang memerlukan perbedaan tajam antara yang diinginkan dan yang mungkin diinginkan antara dimana  dan kapan saja, dan yang mungkin menurut keadaan waktu dan tempat yang konkret.

Di bidang internasional, struktur hubungan internasional yang sesungguhnya cenderung menjadi berbeda dengan, dan sebagian besar tidak relevan terhadap realitas politik internasional. Kalau yang disebut pertama menganggap “ Persamaan Kedaulatan “ segenap bangsa, yang disebut akhir – akhir ini adalah didominasi oleh ketidaksamaan bangsa – bangsa yang ekstrem.

Kerumitan konflik politik menghalangi penyelesaian masalh yang sedemikian sederhananya. Akan tetapi, melalui identifikasi masalah atas individu tertentu yang dapat kita kendalikan, kita mengurangi masalah, baik secara intelektual maupun pragmatis sampai menjadi ukuran yang dapat dikendalikan. Sekali kita dapat mengidentifikasi individu dan kelompok individu tertentu sebagai sumber kejahatan, kita tampaknya telah memahami mata-rantai sebab-akibat dari individu menjuju masalah sosial. Sehingga, dengan menyingkirkan individu penyebab masalah tersebut, maka anda telah memecahkan masalah itu.

Realisme politik tidak hanya mengandung unsur teoretis, tetapi juga unsur yang berdasarkan norma. Realisme politik memahami, bahwa realitas politik penuh dengan ketidakpastian dan keadaan yang tidak masuk akal yang sistematik, serta menunjuk pada pengaruh mereka terhadap politik luar negeri. Namun realisme berbagi dengan semua teori sosialm kebutuhan demi pengertian teoretism untuk menekan unsur – unsur rasional dan realitas politik. Karena unsur – unsur rasional inilah yang menyebabkan realitas dapat dipahami untuk teori.

Realisme politik menganggap politik luar negeri yang rasional sebagai politik luar negeri yang baik. Karena hanya politik luar negeri rasional yang memperkecil risiko dan meningkatkan keuntungan sebanyak mungkin dan oleh sebab itu memenuhi, baik aturan moral dari kebijaksanaan maupun syarat politis agar mencapai keberhasilan.

3.       Realisme menganggap, bahwa konsep utamanya tentang kepentingan yang ditegaskan sebagai kekuasaan merupakan kategori objektif yang berlaku secara universal, tetapi tidak member sifat pada konsep itu dengan arti yang sudah ditentukan secara definitif.

Corak kepentingan yang menentukan tindakan politik dalam periode sejarah tertentum tergantung dari konteks politik dan kebudayaan, dan dalam konteks ini dirumuskan politik luar negeri.

Kekuasaan dapat terdiri atas apa saja yang membentuk dan mempertahankan pengendalian manusia atas manusia. Jadi, kekuasaan meliputi semua hubungan social yang berguna untuk tuhuan itu, dari kekerasan fisik sampai ikatan psikologis yang paling licikm yang dipakai untuk saling mengendalikan pemikiran.

Seorang realis memang percaya, bahwa kepentingan merupakan norma yang berlangsung terus dan yang dipakai untuk menilai serta mengarahkan tindakan politik, hubungan kontemporer antara kepentingan dan Negara-bangsa merupakan produk sejarah, dan oleh sebab itu harus lenyap dalam perjalanan sejarah.

Kaum realis diyakinkan, bahwa perubahan ini hanya dapat dicapai melalui manipulasi yang rapi dari kekuatan – kekuatan yang dapat bertahan lama yang telah membentuk masa lampau sebagaimana pula akan mengadakan masa depan. Kaum realis tidak dapat dipengaruhi bahwa kita dapat mengadakan perubahan itu dengan menentang realitas politik yang mempunyai hukum – hukumnya sendiri dengan cita – cita abstarak yang menolak memperhitungkan hukum – hukum tersebut.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar