Satpol PP adalah satuan badan Negara
yang semestinya memberikan layanan masyarakat khususnya di bidang keamanan dan
ketertiban masyarakat. Tapi akhir-akhir
ini, sering terjadi keganjalan apakah fungsi “keamanan dan ketertiban”
itu berjalan baik atau tidak. Dalam penanganan setiap kasus di lapangan, Satpol
PP bisa dikatakan gagal dalam penyelesaiannya, mereka lebih sering melakukan
tindakan yang semena-mena dan anarkis di
banding dengan pendekatan kepada masyarakat itu sendiri.
Kita ambil contoh kasus “Tragedi
berdarah Tanjung Priok” yang terjadi pada tanggal 15 April 2010. Berawal dari
rencana penggusuran makam Habib Hasan Bin Muhammad Al Haddad, yang dikenal
sebagai Mbah Priok, di Koja, Jakarta Utara. Pada rencana tersebut warga menolak
penggusuran makam keramat Mbah Priok, karena makam tersebut merupakan warisan
sejarah peradaban islam di indonesia bisa dilestarikan sebagai situs bersejarah,
bukan malah ada sinyalemen akan digusur dan di bangun sebuah PT yang pada
intinya pasti mendapat perlawanan dari masyarakat yang tetap ingin melestarikan
warisan situs bersejarah tersebut.
Dalam penanganan masalah tersebut
tidak ada perbincangan terlebih dahulu antara Satpol PP dengan masyarakat,
tiba-tiba Satpol PP mengerahkan alat berat ke makam Mbah Priok dan akan
membongkar paksa makam. Tindakan itu memancing emosi warga yang akhirnya
terjadi bentrokan. Saat bentrokan terjadi, Satpol PP tersebut memperlihatkan
betapa tidak ada rasa manusiawi dari pihak Satpol PP yang memukuli dan menyiksa
anak belasan tahun. Mereka membabi buta warga dengan peralatan lengkap mereka.
Bahkan dalam aksinya, anggota Satpol PP dengan beringas,
memukul, menendang dan menginjak-injak seorang anak kecil yang sudah tidak
berdaya dan berlumuran darah. Pada saat itulah terjadi perang saudara yang
seharusnya bisa dihindari dengan kepala dingin.
Tindakan tersebut sangat di
sayangkan sekali, mengingat Satpol PP adalah lembaga kepolisian yang seharusnya
dapat di contoh warganya tetapi malah melakukan aksi-aksi yang di luar
perikemanusiaan. Dari tragedi tersebut seharusnya
dalam penyelesaiannya diadakan perundingan yang jelas antara Satpol PP dengan
masyarakat. Selain itu dapat kita simpulkan bahwa seharusnya para Satpol PP di
latih dan di berikan gemblengan mental dan fisik secara baik, agar dalam
penanganan setiap kasus tidak terjadi lagi bentrokan yang merugikan banyak
orang.
Disusun
oleh Muhammad Yoga Adhi Wicaksono
Mahasiswa
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Jurusan
Hubungan Internasional / FISIP
Tidak ada komentar:
Posting Komentar